Gaikindo Ungkap Prospek Pasar Mobil 2025, Tapi Kok Targetnya Cuma Segini, Ada Kendala Apa?

News Harryt Dagu
Kamis, 30 Januari 2025 19:44:15
Harryt Dagu

Gaikindo pasang target penjualan mobil 2025 sebanyak 850 ribu unit

OtoHub - Diungkap oleh Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) menetapkan target penjualan 2025 sebanyak 850 ribu unit mobil baru.


Target segitu banyak, rupanya bikin tarik napas panjang. Lantaran, penjualan mobil baru tahun ini diproyeksikan masih belum lebih banyak dibanding tahun 2024 yang hanya terjual 850 ribu unit.


Masih menurut Kukuh, penjualan mobil tahun 2025 juga bisa terkoreksi. Yakni berpotensi turun hingga 750 ribu unit, ataupun naik ke 900 ribu unit. 


Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain PPn 12 %, opsen pajak, hingga kondisi perekonomian yang belum stabil. 


Selain itu, ada faktor penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Federal Funds Rate (FFR) dan makin banyak merek-merek kendaraan bermotor masuk ke Indonesia, sehingga konsumen mempunyai lebih banyak pilihan. 


Tahun ini, dia menuturkan, penjualan EV (Electric Vehicle) diperkirakan terus tumbuh.


Oleh karenanya, diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor sehingga industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh.


Menurut dia, dukungan insentif dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor, terlihat pada peningkatan penjualan.


Ini akan menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan. 


"Selain itu, ini akan berdampak pada pertambahan pendapatan negara, baik pusat dan daerah, terdiri atas PPN, BBNKB, PKB, PPh badan, PPh perorangan," jelas Kukuh.


Pernyataan ini diungkapkannya dalam gelaran diskusi Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, yang Digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (14/1/2025). 


Gaikindo, kata dia, meminta semua teknologi elektrifikasi (xEV), yakni HEV, PHEV, dan BEV diberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM). 


"Meningkatnya perkembangan pasar xEV dapat memberikan dampak pada pendalaman industri untuk xEV juga potensi peningkatan ekspor xEV," kata Kukuh. 


Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Raden Pardede menyatakan, pasar mobil Indonesia stagnan di kisaran 1 juta unit sejak 2014 hingga 2023, terutama disebabkan rendahnya daya beli akibat penurunan kelas menengah.


Ia menambahkan, diperparah pula dengan menurunnya produktivitas tenaga kerja, melambatnya pertumbuhan PDB per kapita, inflasi tinggi, nilai tukar mata uang asing, suku bunga, keterbatasan pembiayaan, dan regulasi pemerintah. 


Oleh sebab itu, dia menyatakan, kelas menengah akan menentukan arah pasar mobil ke depan. 


Intinya, pasar mobil bakal menguat tajam jika Indonesia mencapai visi Indonesia 2045, yakni pendapatan nasional bruto per kapita bisa US$ 30.300, pertumbuhan ekonomi 7-8% per tahun, dan populasi berpenghasilan menengah sebesar 80%. 

  

Raden mencatat, relaksasi PPnBM pada tahun 2021 dan 2022 berhasil meningkatkan penjualan mobil. 


Insentif ini mendorong peningkatan permintaan terhadap input di sektor industri (backward linkage) serta peningkatan output di sektor otomotif (forward linkage). 


Sektor otomotif nasional, kata dia, mengalami pemulihan signifikan pada 2021, didukung oleh inisiatif pemerintah seperti subsidi PPnBM. 


Penjualan mobil tahun 2021 meningkat lebih dari 300 ribu unit dibandingkan 2020, memberikan dampak positif pada industri suku cadang dan komponen. 


Namun, setelah subsidi PPnBM dicabut pada 2023, penjualan mobil menurun hampir 40.000 unit dibandingkan 2022, menunjukkan tren penurunan yang berlanjut. 


Insentif itu, kata dia, meningkatkan permintaan input di backward linkage sebesar Rp 36 triliun dan output forward linkage Rp 43 triliun. 


Program PPnBM DTP melibatkan 319 perusahaan komponen tingkat 1, mendorong kinerja industri tingkat 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM. 


Soal tren BEV dunia, Raden meminta pemerintah menyesuaikan regulasi dan kemampuan beli masyarakat (affordability).


Sebab, jika regulasi terlalu maju, ini akan mematikan industri. 


"Kita tak perlu ikuti negara lain. Indonesia harus menentukan jalannya sendiri. Pemerintah perlu bersikap rasional dalam melihat keunggulan kompetitif dan keterbatasan yang ada," ungkap Raden di gelaran tersebut.

Bagikan

Baca Artikel Asli